ARGA MAKMUR – Lima
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Putri Hijau (PH) Bengkulu Utara (BU)
boleh bernafas lega. Pasalnya, kasus dugaan penggelembungan suara yang
sempat diduga dilakukan oknum di PPK tidak dilanjutkan ke tahap
penyidikan polisi. Hal ini berdasarkan gelar perkara yang dilakukan
Panwaskab dengan dua pimpinan gakukkumdu lainnya yaitu polisi dan jaksa.
Divisi Hukum dan Penindakan Panwaskab BU
Bejo, SP mengatakan selain tidak dapat indikasi tindak pidana kasus,
juga dinilai sudah kedaluwarsa masa penanganannya. “Kita sudah gelar
perkara dengan polisi dan jaksa, hasilnya seperti itu (ditutup, red),”
ujarnya.
Ia menilai ada perbedaan cara
menafsirkan Pasal 265 dalam Undang-undang 8/2012 tentang Pemilu. Dalam
Ayat (1) Pasal tersebut berbunyi Jika Putusan Pengadilan Terhadap Kasus
Tindak Pidana Pemilu yang Menurut Undang-undang ini dapat mempengaruhi
perolehan suara Peserta Pemilu Harus sudah selesai paling Lama 5 Hari
sebelum KPU Menetapkan hasil Pemilihan Umum Secara Nasional.
Ia menuturkan jaksa dan polisi
berpendapat penanganan yang dilakukan panwas sudah terlambat berdasarkan
pasal tersebut, lantaran berbicara tentang penggelembungan suara.
Sedangkan, Panwas menilai dugaan Tindak Pidana Pemilu (TPP) tersebut
tidak terkait dengan perolehan suara layaknya yang dibahas pasal
tersebut. “Versi kami, masalah perolehan suara sudah tuntas saat pleno.
Tapi itu adalah keputusan forum yang harus kami taati,” pungkas Bejo.
Sementara Pengacara Kelima PPK, Eka
Septo A, SH berharap Panwaskab menutup pembahasan tentang PPK PH
lantaran sudah ditutup dengan hasil gelar perkara. Ia juga menuturkan
tidak ada dua alat bukti yang cukup untuk menjerat kelima PPK terkait
penggelembungan suara. “Saya harap masalah ini tidak dibahas lagi,
karena klien kami juga merasa dirugikan. Apalagi saat ini sudah ada
keputusan Gakkumdu,” kata Eka.
Ada Pencurian Data
Terkait perubahan data yang mencapai 600
suara dan terungkap saat pleno, Eka mengakuinya. Namun ia menuturkan
perubahan data itu lantaran ada yang sengaja mengubah data alias mencuri
dengancara merusak lemari tempat PPK menyimpan laptop dan barang IT
soal penghitungan suara tersebut.
“Setelah diputuskan hasil pleno dan
diprint ada jeda waktu satu malam dan semua peralatan IT disimpan di
lemari. Saat pagi lemarin ditemukan sudah dirusak dan mungkin saat
itulah orang yang tidak bertanggungjawab ini merubah data PPK,”
terangnya.
Meski menyadari pengerusakan, PPK tidak melapor ke
polisi dan mengira hanya ulah orang jahil dan tetap mencetak hasil
pleno. Saat itu juga ada 8 saksi yang mengoreksi dan menyetujui hasil
cetakan pleno PPK tersebut. “Jadi PPK PH itu juga terkejut dengan
perubahan data itu. Mengenai siapa yang mengubah, itu bukan tugas kami
mencaritahunya,” tegas Eka.(qia)