Rabu, 02 April 2014

Rabu, April 02, 2014
TANJUNG AGUNG PALIK – Beberapa warga Desa Sengkuang Kecamatan Tanjung Agung Palik (TAP) Bengkulu Utara (BU) yang sebelumnya mengajukan membuat sertifikat lahan dari Program Nasinal Agraria (Prona) akhirnya mundur. Apa pasal? Mereka diminta menyetor uang Rp 500 ribu oleh kades selaku pengelola.

Menurut Imam Desa Sengkuang Zakaria dirinya memilih tak membuat sertifikat lantaran nominal uang yang diminta terlalu besar. Sedangkan, dalam rapat desa kades menuturkan jumlah Rp 500 ribu tersebut sudah tidak lagi bisa dikurangi. “Mungkin kalau Rp 200 – 300 ribu saya siap. Tapi kalau Rp 500 ribu terlalu besar, sama saja tidak gratis,” keluh Zakaria.

Tak hanya dirinya, beberapa warga dan perangkat desa lainnya yang juga semula mendaftar memilih mundur karena nominal tersebut terasa memberatkan. Maklum, ia mengaku susah lantaran harga karet turun. “Harga karet sedang turun, bagaimana kami bisa mencari uang Rp 500 ribu. Yang ada lebih baik untuk makan. Makanya dalam rapat desa saya juga menyatakan mundur dan tidak sanggup bayar Rp 500 ribu,” tambahnya.

Kades Sengkuang Halimundasir tak menampik pungutan Rp 500 ribu tersebut, namun uang tersebut bukan untuk dirinya pribadi. Melainkan keperluan pembuatan prona. Diantaranya, untuk pembelian materai dan legalisir surat di desa dan honor panitia daeri desa yang akan mengawal tim pengukuran dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Sudah kita rincikan dan jumlahnya Rp 500 ribu, tidak bisa kurang. Kalaupun ada yang mundur ya tidak masalah, mungkin ada warga lain yang mau,” kata Halimundasir.

Menariknya, dari beberapa rincian tersebut juga termasuk uang makan dan rokok dari tim pengukuran dan warga yang mendampingi. Alasannya, beberapa lahan warga tidak bisa didatangi dengan kendaraan dan harus berjalan kaki. “Lokasinya juga berpencar. Pengukuran tidak akan selesai satu hari, bisa 4 sampai 5 hari,” pungkasnya.(qia)

Sumber: RB
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar