ARGA MAKMUR – Hanya
diam saja sewaktu petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Argamakmur melakukan penyegelan ruko 2 pintu di Rama Agung Kota Arga
Makmur, Kamis (6/3), kemarin (7/3) pemilik ruko mulai bereaksi. Tak
yakin telah mengemplang kewajiban membayar pajak hingga Rp 1 miliar
lebih selama 5 tahun yang jadi dasar petugas KPP melakukan penyitaan,
keluarga Jojor Panggiribuan siap melakukan perlawanan. Mereka akan
menempuh jalur hukum atas tindakan petugas pajak itu. Hal ini
diungkapkan Kakak Kandung Jojor, H Pangaribuan pada RB kemarin.
Ia merasa tak senang dengan penyitaan
yang dilakukan kantor pajak, menilai penyitaan dan penyegelan ruko itu
sebagai bentuk arogansi dan kesewenang-wenangan petugas pajak yang dapat
dikategorikan sebagai tindak perampasan hak milik seseorang.
“Itu bukan penyitaan, tapi harta kami
dirampas oleh kantor pajak. Dan saya sudah katakan dengan adik saya
(Jojor, red) siapkan langkah hukum dan lawan,” tegas Pangaribuan dengan
intonasi meninggi.
Ia menuturkan jika ruko miliknya
adiknya disita, seharusnya melalui proses persidangan dan penyitaan
harus atas perintah pengadilan. Sedangkan, apa yang dilakukan kantor
pajak hanya lantaran Jojor dinilai Ngemplang pajak yang jumlahnya
mencapai Rp 1 M lebih. “Yang terjadikan tidak ada proses hukum, tidak
ada pengadilan, lalu bangunan kami ditempeli stiker disita. Itu
perampasan, bukan penyitaan,” tandasnya.
Sementara Istri Jojor, Kosindang
Simanjuntak juga sangat keberatan dengan apa yang dilakukan Kantor
Pajak. Kemarin, Jojor sudah menghadap ke Kantor Pelayanan Pajak Bengkulu
untuk menyampaikan keberatannya. Meskipun sudah mendapatkan surat
pemberitahuan penyitaan, ia mengaku tidak pernah menandatangani surat
tersebut.
“Saya tidak pernah setuju, tidak
pernah tanda tangan apapun surat dari kantor pajak. Lalu mengapa tau-tau
main sita, makanya sekarang abang (Jojor, red) menghadap ke kantor
pajak Bengkulu,” kata Kosindang.
Bahkan ia mengaku tak percaya
dengan nominal pajak yang dibebankan padanya hingga Rp 1 M lebih.
Apalagi dalam item pajak yang harus dibayarnya juga tercantum Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) atas barang dagangan yang dijualnya, sedangkan
setiap membeli barang, ia sudah dikenakan PPN. “Makanya kami bingung,
kok ada PPN lagi, sedangkan setiap belanja kami sudah kena PPN. Berapa
lagi kami mesti jual barang dagangan itu,” ujar Kosindang.
Bahkan ia pernah meminta kantor pajak
untuk menunjukan bukti besaran pajak toko-toko lain yang dinilainya jauh
lebih besar dari tokonya. Hanya saja petugas kantor pajak menolak
menyebutkannya.
“Saya bingung dengan munculnya angka Rp 1 M lebih itu,
darimana lagi kami berusaha kalau seperti itu besarannya,” ujarnya.
Ruko Berstatus Agunan Bank
Sekalipun mengatakan akan melakukan
perlawanan melalu jalur hukum, namun di bagian lain Kosidang mengaku tak
terlalu risau dengan penyitaan tersebut. Pasalnya, ruko dua pintu
miliknya yang disita KPP sudah lebih dulu diagunkan di salah satu bank
sebagai jaminan pinjaman modal usaha. Bahkan, ia sudah mengutarakan pada
pihak bank akan berhenti mencicil pinjamannya lantaran ruko tersebut
disita.
“Itu bukan punya kami, itu punya BRI
bahkan ruko-ruko kami yang lain juga sudah diagunkan. Sedangkan barang
dagangan kami ini smeuanya titipan. Jadi silakan saja disita, itukan
bukan milik kami,” tandasnya.(qia)
Sumber: RB