Minggu, 09 Maret 2014

Minggu, Maret 09, 2014
ARGA MAKMUR – Hanya diam saja sewaktu petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Argamakmur melakukan penyegelan ruko 2 pintu di Rama Agung Kota Arga Makmur, Kamis (6/3), kemarin (7/3) pemilik ruko mulai bereaksi. Tak yakin telah mengemplang kewajiban membayar pajak hingga Rp 1 miliar lebih selama 5 tahun yang jadi dasar petugas KPP melakukan penyitaan, keluarga Jojor Panggiribuan siap melakukan perlawanan. Mereka akan menempuh jalur hukum atas tindakan petugas pajak itu. Hal ini diungkapkan Kakak Kandung Jojor, H Pangaribuan pada RB kemarin.

Ia merasa tak senang dengan penyitaan yang dilakukan kantor pajak, menilai penyitaan dan penyegelan ruko itu sebagai bentuk arogansi dan kesewenang-wenangan petugas pajak yang dapat dikategorikan sebagai tindak perampasan hak milik seseorang.

“Itu bukan penyitaan, tapi harta kami dirampas oleh kantor pajak. Dan saya sudah katakan dengan adik saya (Jojor, red) siapkan langkah hukum dan lawan,” tegas Pangaribuan dengan intonasi meninggi.

Ia menuturkan jika ruko miliknya adiknya disita, seharusnya melalui proses persidangan dan penyitaan harus atas perintah pengadilan. Sedangkan, apa yang dilakukan kantor pajak hanya lantaran Jojor dinilai Ngemplang pajak yang jumlahnya mencapai Rp 1 M lebih. “Yang terjadikan tidak ada proses hukum, tidak ada pengadilan, lalu bangunan kami ditempeli stiker disita. Itu perampasan, bukan penyitaan,” tandasnya.

Sementara Istri Jojor, Kosindang Simanjuntak juga sangat keberatan dengan apa yang dilakukan Kantor Pajak. Kemarin, Jojor sudah menghadap ke Kantor Pelayanan Pajak Bengkulu untuk menyampaikan keberatannya. Meskipun sudah  mendapatkan surat pemberitahuan penyitaan, ia mengaku tidak pernah menandatangani surat tersebut.

“Saya tidak pernah setuju, tidak pernah tanda tangan apapun surat dari kantor pajak. Lalu mengapa tau-tau main sita, makanya sekarang abang (Jojor, red) menghadap ke kantor pajak Bengkulu,” kata Kosindang.

Bahkan ia mengaku tak percaya dengan nominal pajak yang dibebankan padanya hingga Rp 1 M lebih. Apalagi dalam item pajak yang harus dibayarnya juga tercantum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang dagangan yang dijualnya, sedangkan setiap membeli barang, ia sudah dikenakan PPN. “Makanya kami bingung, kok ada PPN lagi, sedangkan setiap belanja kami sudah kena PPN. Berapa lagi kami mesti jual barang dagangan itu,” ujar Kosindang.

Bahkan ia pernah meminta kantor pajak untuk menunjukan bukti besaran pajak toko-toko lain yang dinilainya jauh lebih besar dari tokonya. Hanya saja petugas kantor pajak menolak menyebutkannya. 

“Saya bingung dengan munculnya angka Rp 1 M lebih itu, darimana lagi kami berusaha kalau seperti itu besarannya,” ujarnya.

Ruko Berstatus Agunan Bank

Sekalipun mengatakan akan melakukan perlawanan melalu jalur hukum, namun di bagian lain Kosidang mengaku tak terlalu risau dengan penyitaan tersebut. Pasalnya, ruko dua pintu miliknya yang disita KPP sudah lebih dulu diagunkan di salah satu bank sebagai jaminan pinjaman modal usaha. Bahkan, ia sudah mengutarakan pada pihak bank akan berhenti mencicil pinjamannya lantaran ruko tersebut disita.

“Itu bukan punya kami, itu punya BRI bahkan ruko-ruko kami yang lain juga sudah diagunkan. Sedangkan barang dagangan kami ini smeuanya titipan. Jadi silakan saja disita, itukan bukan milik kami,” tandasnya.(qia)

Sumber: RB
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar