Minggu, 16 Maret 2014

Minggu, Maret 16, 2014
SALAH satu peninggalan penjajahan Belanda di Lebong Tandai, Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara yang kini menjadi penopang hidup sebagian besar masyarakat setempat, adalah lokasi yang bebatuannya memiliki kandungan emas hingga 90 persen. Penemuan orang-orang Belanda di Abad 18 tersebut, kini sangat dirasakan manfaatkan oleh masyarakat. Sekalipun ketika Belanda menguasai Nusantara, dimungkinkan sudah ribuan ton batu yang mengandung kadar emas, hingga yang sudah diolah menjadi emas berhasil dibawa keluar dari Lebong Tandai ke Negeri Belanda.

 Seakan tak ada habisnya, hingga hampir 200 tahun berlalu, dan juga pernah menjadi tempat penambangan emas secara besar-besaran dengan mesin modern di zaman kemerdekaan, lokasi tersebut tetap bisa menghasilkan emas. Malah pengakuan para penambang emas secara tradisional di beberapa titik di kawasan Lebong Tandai, sehari mereka bisa mendapatkan emas kadar 90 persen (mendekati 24 karat) hingga 3 gram. Bila harga emas 24 karat saat ini harganya mencapai Rp 480 ribu, artinya penghasilan kotor penambang itu sehari bisa di atas Rp 1 juta. Sungguh penghasilan yang mengiurkan. Apalagi penambang tradisional yang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk modal awal, karena tidak membutuhkan peralatan khusus untuk melakukan penambangan.

Masyarakat desa hanya memanfaatkan mesin besar peninggalan Belanda yang hingga saat ini masih bisa dioperasikan untuk penggalian hingga pencucian batu-batuan yang memiliki kadar emas. Hingga kini mesin tua tersebut tak banyak dimodifikasi warga karena memang sebagiaan besar alat masih berfungsi sebagaimana mestinya.

Rata-rata masyarakat Desa Lebong Tandai, secara turun menurun sudah biasa dalam mengolah emas hingga siap dijual pada tengkulak untuk dibuat perhiasan. Besarnya kandungan Emas di lokasi tersebut bahkan sudah dibidik perusahaan BUMN PT Bengkulu Utara Gold yang kembali ingin memanfaatkan lokasi penambangan emas Desa Lebong Tandai sebagai daerah penambangan.

Dodi masyarakat setempat menuturkan, masyarakat setempat bisanya menambang dan mengolah emasnya sendiri. Mesin besar itu bisa ditemui saat masuk Desa Lebong Tandai. Maklum, lokasi tambang yang luas dan mesin yang besar sangat menarik perhatian.


“Mesin ini terus digunakan masyarakat, untuk menambang emas dan memang sepertinya kandungan emas sangat besar dan tidak habis-habis,” kata Dodi.

Dituturkannya, lokasi Desa Lebong Tandai sebelum kemerdekaan sudah ditinggali masyarakat Belanda sebagai lokasi pertambangan. Selain tambang emas, bukti keberadaan Belanda di daerah ini juga ditunjukan dengan adanya pemakaman masyarakat Belanda dan beberapa bangunan layaknya bungker. “Peninggalan ini memang sangat banyak, bahkan di beberapa bagian mesin juga bertuliskan dengan bahasa Belanda,” terangnya.

Bahkan masyarakat meyakini jauh sebelum wilayah Bengkulu Utara menjadi pemukiman, Desa Lebong Tandai sudah dipadati masyarakat dari negara lain. Selain Belanda, di desa ini juga berdiri pemukiman masyarakat China.

“Termasuk peninggalan alat transportasi molek (sejenis kereta api, namun berukuran jauh lebih kecil) konon cerita dulunya adalah kendaraan yang digunakan Belanda untuk mengangkut hasil tambang keluar dari Lebong Tandai. Hingga saat ini molek masih digunakan, hanya fungsinya beralih menjadi transportasi warga keluar masuk Lebong Tandai,” pungkasnya.(qia)

Sumber: RB
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar