SALAH satu peninggalan
penjajahan Belanda di Lebong Tandai, Kecamatan Napal Putih, Kabupaten
Bengkulu Utara yang kini menjadi penopang hidup sebagian besar
masyarakat setempat, adalah lokasi yang bebatuannya memiliki kandungan
emas hingga 90 persen. Penemuan orang-orang Belanda di Abad 18 tersebut,
kini sangat dirasakan manfaatkan oleh masyarakat. Sekalipun ketika
Belanda menguasai Nusantara, dimungkinkan sudah ribuan ton batu yang
mengandung kadar emas, hingga yang sudah diolah menjadi emas berhasil
dibawa keluar dari Lebong Tandai ke Negeri Belanda.
Seakan tak ada habisnya, hingga hampir
200 tahun berlalu, dan juga pernah menjadi tempat penambangan emas
secara besar-besaran dengan mesin modern di zaman kemerdekaan, lokasi
tersebut tetap bisa menghasilkan emas. Malah pengakuan para penambang
emas secara tradisional di beberapa titik di kawasan Lebong Tandai,
sehari mereka bisa mendapatkan emas kadar 90 persen (mendekati 24 karat)
hingga 3 gram. Bila harga emas 24 karat saat ini harganya mencapai Rp
480 ribu, artinya penghasilan kotor penambang itu sehari bisa di atas Rp
1 juta. Sungguh penghasilan yang mengiurkan. Apalagi penambang
tradisional yang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk modal awal,
karena tidak membutuhkan peralatan khusus untuk melakukan penambangan.
Masyarakat desa hanya memanfaatkan mesin
besar peninggalan Belanda yang hingga saat ini masih bisa dioperasikan
untuk penggalian hingga pencucian batu-batuan yang memiliki kadar emas.
Hingga kini mesin tua tersebut tak banyak dimodifikasi warga karena
memang sebagiaan besar alat masih berfungsi sebagaimana mestinya.
Rata-rata masyarakat Desa Lebong Tandai,
secara turun menurun sudah biasa dalam mengolah emas hingga siap dijual
pada tengkulak untuk dibuat perhiasan. Besarnya kandungan Emas di
lokasi tersebut bahkan sudah dibidik perusahaan BUMN PT Bengkulu Utara
Gold yang kembali ingin memanfaatkan lokasi penambangan emas Desa Lebong
Tandai sebagai daerah penambangan.
Dodi masyarakat setempat menuturkan,
masyarakat setempat bisanya menambang dan mengolah emasnya sendiri.
Mesin besar itu bisa ditemui saat masuk Desa Lebong Tandai. Maklum,
lokasi tambang yang luas dan mesin yang besar sangat menarik perhatian.
“Mesin ini terus digunakan masyarakat,
untuk menambang emas dan memang sepertinya kandungan emas sangat besar
dan tidak habis-habis,” kata Dodi.
Dituturkannya, lokasi Desa Lebong Tandai
sebelum kemerdekaan sudah ditinggali masyarakat Belanda sebagai lokasi
pertambangan. Selain tambang emas, bukti keberadaan Belanda di daerah
ini juga ditunjukan dengan adanya pemakaman masyarakat Belanda dan
beberapa bangunan layaknya bungker. “Peninggalan ini memang sangat
banyak, bahkan di beberapa bagian mesin juga bertuliskan dengan bahasa
Belanda,” terangnya.
Bahkan masyarakat meyakini jauh sebelum
wilayah Bengkulu Utara menjadi pemukiman, Desa Lebong Tandai sudah
dipadati masyarakat dari negara lain. Selain Belanda, di desa ini juga
berdiri pemukiman masyarakat China.
“Termasuk peninggalan alat transportasi
molek (sejenis kereta api, namun berukuran jauh lebih kecil) konon
cerita dulunya adalah kendaraan yang digunakan Belanda untuk mengangkut
hasil tambang keluar dari Lebong Tandai. Hingga saat ini molek masih
digunakan, hanya fungsinya beralih menjadi transportasi warga keluar
masuk Lebong Tandai,” pungkasnya.(qia)
Sumber: RB